Selasa, 10 April 2012

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

A.Hak Warga Negara
  • Pasal 26 UUD 1945 “yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang sebagai warga negara (ayat 1), dan syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang” (ayat 2).
  • Pasal 27 tentang persamaa dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Pasal 27 ayat (1) telah menetapkan bahwa segala warga negara bersamaa kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 27 ayat (2) telah menetapkan pula bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  • Pasal 28 UUD 1945 menyatakan dengan tegas tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya dijamin oleh Pemerintah dan Peamerintah akan mengundangkan Undang-undang yang akan mengaturnya.
  • Pasal 29 UUD 1945 dalam ayat (2) dengan tegas menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya atau kepercayaannya.
  • Pasal 30 UUD 1945 dalam pasal ini dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, yang syarat-syaratnya diatur dengan Undang-undang.
  • Pasal 31 UUD 1945 menegaskan tentang hak-hak asasi di bidang pendidikan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, yang untuk itu maka Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajara nasional yang diatur dengan Undang-undang.
  • Pasal 32 menyatakan bahwa pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia, jadi dalam arti ini setiap unsur-unsur kebudayaan, macam-macam kebudayaan yang ada yang telah dimiliki penduduk mempunyai hak untuk dilindungi dan dikembangkan.
  • Pasal 33 UUD 1945 yang dengan tegas menyatakan, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hayat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • Pasal 34 UUD 1945 tentang kesejahteraan sosial, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.8
Contoh Hak Warga Negara Indonesia:
  • Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hokum.
  • Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  • Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.
  • Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
  • Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
  • Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh.
  • Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.

B. Kewajiban Warga Negara Indonesia
  • Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
  • Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
  • Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
  • Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
  • Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Menurut UU:
    Kewajiban menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
    Kewajiban membela negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang telah ditulis sebelumnya.
    Kewajiban dalam upaya pertahanan negara, seperti yang sudah dituliskan di atas pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.

Contoh:
  •  Menjadi saksi pengadilan.
  • Menghargai orang lain.
  • Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
  • Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
  • Melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
C.Tanggung Jawab Warga Negara
  • Mengembangkan kehidupan masyarakat ke depan.
  • Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat.
  • Melaksanakan ketertiban.
  • Pertahanan dan keamanan.
  • Menegakkan keadilan.
D.Peran warga negara
  • Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga.
  • Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
  • Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, mela- kukan pembinaan kepada fakir miskin.
  • Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
  • Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
  • Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
  • Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
  • Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
  • Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.

Minggu, 08 April 2012

HAKI

       A. Pengertian HAKI
     ''Hak Atas Kekayaan Intelektual'' (HAKI) merupakan terjemahan atas istilah '' Intellectual Property Right'' (IPR).  Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'', ''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual'' merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, ubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, HaKI merupakan hak-hak(wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.``Hak'' itu sendiri dapat dibagi menjadi dua:
  1. ``Hak Dasar (Azasi)'', yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpama: hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya.
  2. ``Hak Amanat/ Peraturan'' yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat melalui peraturan/perundangan.
          Di berbagai negara termasuk Amerika dan Indonesia, HAKI merupakan ''Hak Amanat/Pengaturan'' sehingga masyarakatlah yang menentukan seberapa besar HAKI yang diberikan kepada individu dan kelompok. Sesuai dengan hakekatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible). Terlihat bahwa HAKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang dijamin oleh Undang-undang. HAKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HAKI merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh publik. Apa kriteria untuk memberikan HaKI? Berapa lama pemegang HAKI memperoleh hak eksklusif? Apakah HaKI dapat dicabut demi kepentingan umum? Bagaimana dengan HAKI atas formula obat untuk para penderita HIV/AIDs?
       B.Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright).
Aneka Ragam HAKI:
    a.   Hak Cipta (Copyright). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta  adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ciri-ciri utama Hak Cipta dapat dibedakan sebagai berikut:
  • Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
  • Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya atau sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuari bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta tersebut (Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 6 Tahu 1982 tentang Hak Cipta).
  • Hak yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula Hak Cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menja milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita (Pasal Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
Sejarah hak cipta di Indonesia
    Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 ,Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antar negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta:
1. Hak eksklusif
    Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik);
  • Mengimpor dan mengekspor ciptaan;
  • Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan);
  • Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum;
  • Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
2. Hak ekonomi dan hak moral
    Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Jenis-jenis hak ekonomi sebagai berikut:
  • Hak reproduksi atau penggandaan (reproduction right);
  • Hak adaptasi (adaptation right);
  • Hak distribusi (distribution right);
  • Hak pertunjukan (public performance right);
  • Hak penyiaran (broadcasting right);
  • Hak programa kabel (cablecasting right);
  • Droit de Suite;
  • Hak pinjam masyarakat (public lending right).
Perolehan dan pelaksanaan hak cipta
    Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Perolehan hak cipta
    Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan yang dapat dilindungi
    Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda hak cipta
    Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Jangka waktu perlindungan hak cipta
    Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan hukum atas hak cipta
    Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Perkecualian dan batasan hak cipta
    Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17). ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran hak cipta di Indonesia
    Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Lisensi Hak Cipta
    Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kritik atas konsep hak cipta
    Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta . Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia adalah sebagai berikut:
  • KCI : Karya Cipta Indonesia;
  • ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia;
  • ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia;
  • APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia;
  • ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia;
  • PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia;
  • IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia;
  • MPA : Motion Picture Assosiation;
  • BSA : Bussiness Sofware Assosiation.
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
        Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa : Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal (kekayaan) Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud alaih), baik akad mua’wadhah (pertukaran, komersil), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah HARAM.

    b.   Paten (Patent). Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang  berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
    c.   Merk Dagang (Trademark). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
    Contoh: Kacang Atom cap Ayam Jantan.
    d.   Rahasia Dagang (Trade Secret). Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
    Contoh: rahasia dari formula Parfum.
    e.   Service Mark  adalah kata, prase, logo, simbol, warna, suara, bau yang digunakan oleh sebuah bisnis untuk mengindentifikasi sebuah layanan dan membedakannya dari kompetitornya. Pada prakteknya perlindungan hukum untuk merek dagang sedang service mark untuk identitasnya. Contoh: ''Pegadaian: menyelesaikan masalah tanpa masalah''.
    f.   Desain Industri. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
    g.   Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu:
        Ayat 1: Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
        Ayat 2: Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
     h.   Indikasi Geografis. Berdasarkan pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek:
        Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
    i.   UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Sumber:
http://bebas.ui.ac.id/v06/Kuliah/SistemOperasi/BUKU/SistemOperasi-4.X-1/ch02.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

Senin, 26 Maret 2012

Wajah Hukum Ekonomi Indonesia

        Sebelum berbicara mengenai ‘Wajah Hukum Ekonomi di Indonesia’, mungkin masih banyak dari kita yang belum mengerti apakah Hukum dan Ekonomi memiliki keterkaitan? Jawabannya tentu memiliki keterkaitan, kenapa Karena di era yang serba globalisasi ini, perekonomian telah banyak berkembang. Hal itu dapat dilihat bahwasanya dalam ‘perdagangan’ saja sudah jauh berkembang.
        Bermula dari manusia yang mulai menyadari akan kebutuhan yang dapat lebih mudah didapat dengan cara ‘saling tukar’, sampai akhirnya mulai mengenal jual-beli dengan cara tradisional dengan cara ‘saling menukar barang yang kini lebih dikenal dengan istilah ‘barter’, kemudian berkembang lagi dengan jual-beli dengan alat tukar berupa uang, hingga seperti saat ini yaitu jual-beli internasional antar Negara, yang memungkinkan transaksi perdagangan yang lebih ‘luas’ ruang lingkupnya, dan masih terus berkembang hingga saat ini.
Seperti telah kita ketahui, bahwa segala sesuatu di dunia ini apabila semakin luas ruang lingkupnya, maka akan semakin rumit pula permasalahan yang mungkin akan dihadapi dalam ‘sesuatu itu’. Oleh karenanya, dibutuhkan pula sesuatu yang dapat meminimalisir permasalahan tersebut, seperti “Hukum” yang dapat mengatur atau member aturan-aturan dalam perekonomian. 
  I. Pengertian Hukum
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum.
    Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut  kesusilaan dan ditunjukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
    Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
    Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
    Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
    Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
II. Tujuan Hukum & Sumber – sumber Hukum
Tujuan hukum secara singkat :keadilan, kepastian, kemanfaatan.
Berikut merupakan teori-teori tujuan hukum menurut para ahli :
    Prof Subekti, SH :
    Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
    Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
    Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
    Geny :
    Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.

Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum pada hakikatnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
         Sumber hukum materiil yaitu sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan internasional, geografis, dan politik hukum.
    Sumber hukum formil
Sumber hukum formil yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari 6 jenis, yaitu:
        Undang-undang Yaitu peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku warga negara. UU dapat berlaku dalam masyarakat, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.
Dalam istilah ilmu hukum, UU dibedakan menjadi 2 yaitu:
    UU dalam arti materil, setiap keputusan pemerintah yang diliat dari isinya disebut UU dan mengikat setiap orang secara umum.
Namun tidak semua UU dapat disebut UU dalam arti materil karena ada UU yang hanya khusu berlaku bagi sekelompok orang tertentu sehingga disebut UU dalam arti formal saja, misalnya UU No. 62/1958 tenteng Naturalisasi.
    UU dalam arti formil, setiap keputusan pemerintah yang diliat dari segi bentuk dan cara terjadinya dilakukan secara prosedur dan formal.
Asas  hukum tentang berlakunya UU, yaitu:
  •  UU tidak berlaku surut
  • Asas lex inferiori superior derogat legi
  • Asas lex posteriori derogat legi priori
  • Asas lex specialis derogat legi generali
        Kebiasaan merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga tidak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum. Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yaitu himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya bersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.
        Traktat atau perjanjian antar negara merupakan suatu perjanjian internasional antar 2 negara atau lebih. Traktat dapat dijadikan sumber hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu, mislanya dengan proses ratifikasi. Traktat dalam hukum internasional debedakan atas 2 jenis yaitu:
Treaty, perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk disetujui sebelum diratifikasikepala negara.
Agreement, perjanjian yang di ratifikasi terlebih dahulu oleh kepala negara baru disampaikan kepada DPR untuk diketahui.
        Yurisprudensi putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama. Yurisprudensi biasa disebut juga judge made law (hukum yang dibuat pengadilan)sedangkan yurisprudensi di negara-negara anglo saxon atau commonlaw diartikan sebagai ilmu hukum.
        Doktrin pendapat atau ajaran para ahli hukum, yang terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau pertimbangan putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu dengan demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya. Pasal 38 ayat (1) Mahkamah internasional menetapkan doktrin merupakan salah satu sumber hukum formil. Doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan, traktat, dan yurisprudensi sehingga bukanlah dianggap sebagai hukum namun doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hukum bagi hakim.
Hukum agama
    III. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
    Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
    Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a.Jenis-jenis hukum tertentu
b.Sistematis
c.Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a.Kepastian hukum
b.Penyederhanaan hukum
c.Kesatuan hukum
    IV. Kaidah / Norma
Jenis-Jenis Kaidah Atau Norma Yang Berlaku di Indonesia.
Kaidah secara bahasa atau etimologi berasal dari bahasa Arab “ Qaidah”, yang berarti dasar, fondasi, pangkal, peraturan, kaidah, norma dan prinsip. Sedangkan dalam kajian ilmu hukum, kaidah lebih diartikan dengan peraturan atau norma. Secara istilah atau teminologi menurut Hans Kelsen sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto adalah “That Seomething ought to happen, expicialy that a human being to behave in a specifik way” yang artinya sesuatu yang seharusnya dilakukan, terutama bahwa manusia harus bertingkah laku menurut cara tertentu.
        Menurut Yulies Tiena Masriani, S. H, M. Hum, kaidah dan norma adalah petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana seharusnya kita berbuat, bertingkah laku, tidak berbuat, dan tidak bertingkah laku di dalam masyarakat. Jadi singkat kata, kaidah atau adalah aturan-aturan yang berisi perintah dan larangan yang harus diterima dan ditetapkan di dalam masyarakat guna mewujutkan kedamaian, keamanan, keadilan ketertiban di dalam masyarakat.
Kaidah atau norma secara globalnya terbagi kepada dua macam.
  1. Kaidah atau norma dengan aspek kehidupan pribadi yaitu kaidah atau norma keagamaan dan kesusilaan.
  2. Kaidah atau norma antar pribadi yaitu norma sopan santun dan norma hukum.
Dengan demikian dapat kita bagikan secara rinci:
  • Norma agama, yang berguna untuk mencapai kesuciaan pribadi atau kehidupan beriman.
  • Norma kesusilaan, yang berguna untuk diri pribadi baik itu dihadapan manusia maupun dihadapan Tuhan.
  • Norma sopan santun, yang tujuannya supaya di dalam kehidupan bermasyarakat ada keenakan dan saling menghargai.
Norma hukum, yang tujuannya supaya tercapai kedamaian bersama.
    V. Pengertian Ekonomi & Hukum Ekonomi
        Pengertian Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan
        Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Contoh hukum ekonomi:
    Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
    Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
    Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

Sumber:http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-hukum-ekonomi/
           http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html

Minggu, 25 Maret 2012

Penegakan Hukum di Indonesia

      Hukum adalah sistem peraturan yang dibuat oleh negara sesuai dengan undang-undang baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggaran yang umumnya dikenakan sanksi.
Ciri-ciri hukum:Ada unsur perintah , larangan, dan sanksi yang tegas.

Unsur-unsur hukum:
  • Peratuaran tingkah laku.
  • Peraturan di adakan oleh badan resmi.
  • Peraturan bersifat memaksa.
  • Sanksi tegas bagi pelanggarnya.
fungsi hukum adalah peran yang dimiliki dan harus di laksanakan oleh hokum :
  • Menertibkan masyarakat dan mengatur pergaulan hidup.
  • Menyelsaikan pertikaian.
  • Memelihara dan mempertahankan ketertiban dan aturan-aturan , tidak perlu dengan kekerasan.
  • Mengubah tata tertib dan aturan sesuai kebutuhan masyarakat.
  • Memenuhi keadilan dan kepastian hukum.
  • Sebagai alat kritik atau fungsi kritik mengawasi masyarakat dan pejabat.
Tujuan dari hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, ketertiban, dan sejahtera dalam kehidupan masyarakat.
Peranan hukum adalah sebagai berikut: 
  • Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan.
  • Hukum sebagai sarana pembangunan.
  • Hukum sebagai sarana penegak keadilan.
  • Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat                                                       
Sejarah Hukum di Indonesia
  • Periode Kolonialisme
  • Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
  • Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
  • Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1.    Periode Kolonialisme
        Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.    Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
Kendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
        Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b.    Periode liberal Belanda
        Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.    Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
        Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur AsingTionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1)Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2.    Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.    Periode Revolusi Fisik
        Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 
  1. Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 
  2. Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b.    Periode Demokrasi Liberal
        UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3.    Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a.    Periode Demokrasi Terpimpin
        Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 
  1. Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan dibawah lembaga eksekutif; 
  2. Mengganti lambang hukum dewi keadilan menjadi pohon beringin yang berarti pengayoman;
  3. Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 
  4. Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.    Periode Orde Baru
        Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 
  1. Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 
  2. Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.    Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
        Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
  • Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
  • Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
  • Pembaruan sistem ekonomi.
        Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
        Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga. Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat netral dan tidak memihak.
        Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik, seringkali bersifat diskriminatif memihak kepada yang kuat dan berkuasa.
        Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Soeharto pada tahun 1998, masyarakat yang  tertindas oleh hukum bergerak mencari keadilan yang seharusnya mereka peroleh sejak dahulu. Namun kadang usaha mereka dilakukan tidak melalui jalur  hukum. Misalnya penyerobotan tanah di Tapos dan di daerah-daerah persengketaan tanah yang lain, konflik perburuhan yang mengakibatkan perusakan di sejumlah pabrik, dan sebagainya.
         Pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum sebagai alat penyelesaian konflik dirasakan perlunya untuk mewujudkan ketertiban masyarakat Indonesia, yang oleh karena euphoria “reformasi” menjadi tidak terkendali dan  cenderung menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
        Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, penegakan hukum, kekuasaan hukum, maupun perlindungan hukum . Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya penegakan hukum oleh aparat.  Penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya). Namun penegakan hukum ini sering pula mereka temui dalam media elektronik maupun cetak, yang menyangkut (pejabat, orang kaya, dan sebagainya).
        Penegakan hukum ini berlangsung dari hari ke hari, baik dalam peristiwa yang berskala kecil maupun besar.  Peristiwa kecil bisa terjadi pada saat berkendaraan di jalan raya. Masyarakat dapat melihat bagaimana suatu peraturan lalu lintas (misalnya aturan three-in-one  di beberapa ruas jalan di Jakarta) tidak berlaku bagi anggota TNI dan POLRI. Polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang dan kadang malah disertai pemberian hormat apabila kebetulan penumpangnya berpangkat lebih tinggi.
Contoh peristiwa  klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah : koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena kurangnya bukti, sementara pencuri ayam bisa terkena hukuman tiga bulan penjara karena adanya bukti nyata.


Kamis, 22 Maret 2012

Manfaat Air Hujan

Waktu Anda masih kecil, saat hujan datang, Anda malah keluar rumah untuk bermain di bawah air hujan. Pulang kembali ke rumah dengan basah kuyup, orangtua Anda marah karena mereka menganggap itu salah satu hiburan yang kotor dan tidak menguntungkan.

Sebenarnya orangtua Anda tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah. Dalam hal hubungannya dengan kebersihan rambut, air hujan ternyata bisa saja memiliki keuntungan untuk rambut Anda. Singkatnya, Anda bisa membersihkan rambut dengan air hujan.

Dilansir dari Water Rhapsody, konon orang-orang Barat zaman dahulu percaya bahwa mencuci rambut dengan air hujan dapat membuat rambut jauh lebih sehat dan bersinar karena datang langsung dari langit. Mitos tersebut berlangsung lama di luar sana, tetapi untungnya sains mampu menjelaskan ini.

Air hujan tergolong sebagai air yang “ringan”. Dikutip dari Rainwater Connection, air yang turun dari langit ini memiliki kadar kenetralan pH yang hampir sempurna, bebas garam, dan mineral yang buruk bagi rambut. Kalau difilter dengan rapi, air hujan menjadi materi paling netral yang dapat Anda gunakan untuk mencuci rambut.

Kenetralan yang dimiliki air hujan pada praktisnya tidak akan membuat rambut menyimpan sisa busa dari shampo yang Anda gunakan, sehingga proses pencucian akan menjadikan hasil maksimal untuk mahkota Anda. Bahan-bahan yang terkandung di dalam shampo dapat bekerja baik tanpa kontaminasi buruk dari air yang Anda gunakan.

Namun, teori ini tidak sepenuhnya berlaku bagi daerah-daerah yang berpolusi. Air yang diangkat ke langit saat proses pembuatan hujan dari daerah kotor mengandung banyak zat buruk bagi rambut Anda. Kadar kenetralannya pun berkurang secara signifikan, bahkan bisa lebih buruk dari air olahan publik seperti yang biasa Anda gunakan di rumah.

Karena itu sebelum menggunakan air hujan untuk membersihkan rambut, pastikan bahwa Anda berada di daerah yang bebas polusi dan pastikan air tersebut tersimpan pada suhu yang dingin, karena suhu tersebut dapat menambah efek berkilau pada rambut Anda.

Sumber: http://www.menjelma.com/2012/03/membersihkan-rambut-dengan-air-hujan.html

Selasa, 20 Maret 2012

TAK DIRESTUI

Yang aku sayang
Kinih telah diambil orang
Yang aku cinta 
Kinih engkau telah tiada
Mungkinkah ini semua
Sudah takdir yang maha kuasa
Sakit ku bukan karena cintaku padamu
tapi sakit ku karena dibenci orang tuamu
Haruskah ku pergi meninggalkanmu
Menangis lagi
Tak direstui
Sayang
Sayangilah aku
Yang menyayangi dirimu
Cinta
Cintailah aku
Yang mencintai dirimu
Rindu
Rindukan aku
Yang merindukan dirimu
Maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku tak suka padamu
Maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku sangat menbencimu
Padahal aku setia Kepadamu
Ku menyayangimu hingga akhir waktu
Padahal aku cinta Kepadamu
Kan ku ingat selalu kenangan manismu

Senin, 02 Januari 2012

Pembangunan Koperasi

Pembangunan Koperasi
Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di negara berkembang adalah sebagai berikut :
a.       Sering koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh.
b.       Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
c.        Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
Kendala yang dihadapi masyarakat :
1. Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi.
2. Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :

a.Koqnisi.
Kepercayaan/ pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu. mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka.
b. Apeksi.
Perasaan-perasaan yang terkait di dalamnya seperti meningkatnya rasa kepercayaan diri di dalam melakukan tindakan-tindakan yang melambangkan sebuah keberanian, ada tekad yang kuat di dalam memperjuangkan apa-apa yang menjadi sebuah harapan.
c. Psikomotor Fakultas.
Bentuk-bentuk tindakan yang kuat dan sikap yang tegas untuk mendukung apa yang menjadi harapan dari manusia itu sendiri. Seperti berani melangkah ke wilayah peradilan untuk memperjuangkan hak-ahak yang dimilikinya, 


3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967.
Tahapan membangun Koperasi :
a. Ofisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi.
Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program yang berkaitan dengan pengkoperasian, yaitu :
1. Kebijakan dan program pendukung yang diarahkan pada perintisan dan pembentukan organisasi koperasi, kebijakan dan program ini dapat dibedakan pula, atas kebijakan dan program khusus misalnya untuk :
- Membangkitkan motivasi, mendidik dan melatih para anggota dan para anggota pengurus kelompok koperasi.
- Membentuk perusahaan koperasi ( termasuk latihan bagi para manager dan karyawan)
- Menciptakan struktur organisasi koperasi primer yang memadai ( termasuk sistem kontribusi dan insentif, serta pengaturan distribusi potensi yang tersedia) dan.
- Membangun sistem keterpaduan antar lembaga koperasi sekunder dan tersier yang memadai.
2. Kebijakan dan program diarahkan untuk mendukung perekonomian para anggota, masing-masing, dan yang dilaksanakan melalui koperasi terutama perusahaan koperasi yang berperan seperti organisasi-organisasi pembangunan lainnya.

b. De-ofisialisasi

Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara.
Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi artinya, bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi :
1) Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
2) Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
3) Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4) Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan)
5) Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu
6) Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Secara singkat dapat dibedakan tiga tipe konflik tujuan yang satu sama lain tidak cukup serasi, yaitu :
a. Koperasi serba usaha yang diarahkan untuk melaksanakan membawa pengaruh negatif terhadap kepentingan anggota atau fungsi-fungsi yang merupakan tugas instansi pemerintah, yang terhadap loyalitas hubungan antara anggota dan manajer
b. Perusahaan koperasi diarahkan bertentangan dengan kepentngan paraanggota untuk menjual hasil produksi para anggota engan harga yang lebih rendah dari harga pasar sebagai satu bentuk sumbangan terhadap stabilisasi harga secara umum.
c. Mungkin terkandung maksud atau asumsi bahwa perusahaan koperasi dapat meningkatkan kepentingan yang nyata atau sesungguhnya dari para anggota dan merangsang perubahan sosial ekonomi itu,tidak dipertimbangkan secara matang keadaan nyata dari para petani kecil yang menjadi anggota, struktur lahan dan pola produksi mereka, kebutuhan dan tujuan mereka.

c. Otonomisasi

Setelah berhasil mencapai tingkat swadaya dan otonom, koperasi-koperasi yang sebelumnya disponsori oleh Negara dan mengembangkan dirinya sebagai organisasi swadaya koperasi bekerja sama dan didukung oleh lembaga-lembaga koperasi sekunder dan tersier.

4. Misi UU No.25 Tahun 1992
merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut (Hanel 1989):
Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan pembentukan organisasi koperasi.
Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah.
Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang mandiri.

Pembangunan Koperasi di Indonesia

               Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help).

A. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi

Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di sekitarnya.Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu masalah internal dan eksternal koperasi.
Ø  Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
Ø  Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.

B. Kunci Pembangunan Koperasi

               Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya.

                Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi.

                Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.

Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia.

             Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.

               Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
    v  Semua anggota diperlakukan secara adil.
    v  Didukung administrasi yang canggih.
    v  Koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat.
    v  Pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak.
    v  Petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli.
    v  Kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi.
    v  Manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis.
    v  Memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya.
    v  Perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus          selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas.
    v  Keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang.
    v  Selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan.
    v  Pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
Sumber:
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=11916.0