Minggu, 08 April 2012

HAKI

       A. Pengertian HAKI
     ''Hak Atas Kekayaan Intelektual'' (HAKI) merupakan terjemahan atas istilah '' Intellectual Property Right'' (IPR).  Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'', ''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual'' merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, ubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, HaKI merupakan hak-hak(wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.``Hak'' itu sendiri dapat dibagi menjadi dua:
  1. ``Hak Dasar (Azasi)'', yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpama: hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya.
  2. ``Hak Amanat/ Peraturan'' yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat melalui peraturan/perundangan.
          Di berbagai negara termasuk Amerika dan Indonesia, HAKI merupakan ''Hak Amanat/Pengaturan'' sehingga masyarakatlah yang menentukan seberapa besar HAKI yang diberikan kepada individu dan kelompok. Sesuai dengan hakekatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible). Terlihat bahwa HAKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang dijamin oleh Undang-undang. HAKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HAKI merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh publik. Apa kriteria untuk memberikan HaKI? Berapa lama pemegang HAKI memperoleh hak eksklusif? Apakah HaKI dapat dicabut demi kepentingan umum? Bagaimana dengan HAKI atas formula obat untuk para penderita HIV/AIDs?
       B.Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright).
Aneka Ragam HAKI:
    a.   Hak Cipta (Copyright). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta  adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ciri-ciri utama Hak Cipta dapat dibedakan sebagai berikut:
  • Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
  • Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya atau sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuari bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta tersebut (Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 6 Tahu 1982 tentang Hak Cipta).
  • Hak yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula Hak Cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menja milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita (Pasal Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
Sejarah hak cipta di Indonesia
    Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 ,Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antar negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta:
1. Hak eksklusif
    Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik);
  • Mengimpor dan mengekspor ciptaan;
  • Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan);
  • Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum;
  • Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
2. Hak ekonomi dan hak moral
    Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Jenis-jenis hak ekonomi sebagai berikut:
  • Hak reproduksi atau penggandaan (reproduction right);
  • Hak adaptasi (adaptation right);
  • Hak distribusi (distribution right);
  • Hak pertunjukan (public performance right);
  • Hak penyiaran (broadcasting right);
  • Hak programa kabel (cablecasting right);
  • Droit de Suite;
  • Hak pinjam masyarakat (public lending right).
Perolehan dan pelaksanaan hak cipta
    Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Perolehan hak cipta
    Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan yang dapat dilindungi
    Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda hak cipta
    Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Jangka waktu perlindungan hak cipta
    Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan hukum atas hak cipta
    Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Perkecualian dan batasan hak cipta
    Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17). ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran hak cipta di Indonesia
    Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Lisensi Hak Cipta
    Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kritik atas konsep hak cipta
    Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta . Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia adalah sebagai berikut:
  • KCI : Karya Cipta Indonesia;
  • ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia;
  • ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia;
  • APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia;
  • ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia;
  • PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia;
  • IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia;
  • MPA : Motion Picture Assosiation;
  • BSA : Bussiness Sofware Assosiation.
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
        Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa : Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal (kekayaan) Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud alaih), baik akad mua’wadhah (pertukaran, komersil), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah HARAM.

    b.   Paten (Patent). Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang  berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
    c.   Merk Dagang (Trademark). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
    Contoh: Kacang Atom cap Ayam Jantan.
    d.   Rahasia Dagang (Trade Secret). Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
    Contoh: rahasia dari formula Parfum.
    e.   Service Mark  adalah kata, prase, logo, simbol, warna, suara, bau yang digunakan oleh sebuah bisnis untuk mengindentifikasi sebuah layanan dan membedakannya dari kompetitornya. Pada prakteknya perlindungan hukum untuk merek dagang sedang service mark untuk identitasnya. Contoh: ''Pegadaian: menyelesaikan masalah tanpa masalah''.
    f.   Desain Industri. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
    g.   Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu:
        Ayat 1: Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
        Ayat 2: Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
     h.   Indikasi Geografis. Berdasarkan pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek:
        Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
    i.   UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Sumber:
http://bebas.ui.ac.id/v06/Kuliah/SistemOperasi/BUKU/SistemOperasi-4.X-1/ch02.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar